Monday, August 24, 2015

Perpindahan ke wordpress.com

Blog ini akan di nonaktifkan. Selanjutnya saya akan lebih aktif di wordpress

Tujuh Kriteria kuantitas yang disarankan oleh Benjamin Graham

Sebagai investor defensive dapat menggunakan 8 kriteria dibawah ini sebagai screening saham:
1. Ukuran perusahaan yang memadai
Perusahaan industry (manufaktur) setidaknya memiliki penjualan Rp 10 Trilliun Perusahaan layanan public setidaknya memiliki asset Rp 5 Trilliun 2. Kondisi keuangan yang cukup kuat Perusahaan industrial (manufaktur) memiliki minimal asset lancar 2x dari utang lancar. Utang jangka panjang tak lebih dari modal kerja (asset lancar-hutang lancar) Perusahaan layanan public utang tak lebih dari 2x nilai ekuitas saham 3. Stabilitas Laba Stabilitas laba artinya perusahaan secara konsisten dalam mencetak laba. Jangan di tahun pertama bagus, tahun berikutnya jeblok ataupun merugi. 4. Catatan Dividen Carilah perusahaan yang memiliki track record membagi dividen konsisten 5. Pertumbuhan laba Kenaikan laba per saham minimal 33% dalam 10 tahun terakhir, dengan membandingkan antara rata rata pada awal dan pada akhir dasawarsa. 6. Rasio harga / Laba moderat (PER) Harga berjalan harus tak lebih dari 15x price earning ratio (PER) rata rata 3 tahun terakhir 7. Rasio harga berbanding asset yang moderat (PBV) Harga berjalan harus tak lebih dari 1,5x nilai buku (PBV) yang terakhir dilaporkan. 8. Hasil dari rasio price earning ratio (PER) dikali dengan price to book value (PBV) tidak melebih 22.5x. Jadi contoh jika PBV 2.25x maka PER maksimumnya itu 10x untuk mendapatkan hasil perkalian 22.5x. Tentu saja dengan criteria diatas belum menjamin bahwa mendapatkan hasil yang memuaskan, tetapi dengan 8 kriteria ini maka anda cukup aman dalam memegang perusahaan dalam jangka waktu yang lama. Mr Benjamin Graham mensuggestkan untuk memegang diversifikasi yang luas untuk kriteria diatas agar mendapatkan hasil yang bagus. Portofolio saham sebaiknya memiliki laba/harga (earning yields) setidaknya setinggi obligasi kelas atas saat ini yaitu 11.74% atau Price earning ratio nya (PER) 8.5x. Dengan kejatuhan index ini, cukup banyak kesempatan kita memiliki perusahaan perusahaan bagus dengan harga diskon.

Wednesday, July 29, 2015

Update sementara untuk sektor Banking

-Data diambil langsung dari laporan keuangan yang dirilis melalui idx.

Update sementara kinerja bursa saham Indonesia Q2 2015 (6Bulan)





-Data diambil langsung dari laporan keuangan yang dirilis melalui idx

-Untuk operating profit saya sesuaikan dengan standard saya, saya tidak memasukan seperti biaya /       pendapatan lain lain.

-OPM adalah Operating profit margin ( operating profit dibagi revenue)

-NPM adalah Net profit margin ( net profit dibagi revenue)

-PBV dan PER diambil berdasarkan harga penutupan

- Kurs yang dipakai adalah kurs tengah Bank Indonesia 13.332 pada tanggal 30 Juni 2015. Kurs BI

- Sektor Banking saya pisahkan di post lainnya

Sunday, July 12, 2015

Kinerja Investasi Pribadi update 30 Juni 2015

Kinerja Investasi Pribadi untuk 6 bulan ini masih tidak memuaskan, dan masih dibawah kinerja dari fund fund reksadana. Tetapi untuk Q2 2015 (3bulan) cukup berhasil memperbaiki kinerja dibanding fund lain karena dari strategi menjual saham dan memegang kas.


Penurunan kinerja dari dana kelolaan saya kebanyakan karena banyaknya saham komoditas dari dana kelolaan dan turunnya harga saham GJTL dan ERAA yang hampir turun 50% dari pembelian saya. Saya mungkin terlalu optimis dari sektor batubara melihat dari sudah tertekan sekali harga batubara. Dapat dilihat dari banyaknya perusahaan batubara mengoptimalkan cadangan batubaranya dan menurunkan stripping costnya. Hingga PT Harum Energi sampai menghentikan beberapa tambang batubaranya, walaupun perusahaan batubara lainnya masih dapat mengefisiensikan operasinya. Saya memegang PTRO dan ITMG dalam dana cukup besar. Saya masih cukup optimis dengan saham saham pilihan saya. Untuk GJTL dan ERAA sebenarnya merupakan kesalahan saya karena kurang mengeksploitasi  terlebih dahulu sebelum membeli. Pembelian memang berdasarkan analisa dan pembacaan blog blog investasi lainnya. Tetapi ERAA saya mulai menyicil kembali setelah mempertimbangkan dan menganalisa lebih jauh. Untuk GJTL sementara saya hold.

Kesimpulan
Kinerja masih belum bagus dan untuk 3 bulan lalu saya masih mentradingkan beberapa saham banking. Yang akibatnya sangkut di BBNI di harga 6100/saham. Masih memegang kas sebesar 30% dari total dana. Sehingga mau kemanapun indeks saya cukup menikmatinya. Mulai akan menambah kepemilikan di beberapa perusahaan yang saya rasa memiliki competitive advantage.

Friday, July 3, 2015

PT Tempo Scan Pacific Tbk, great company with reasonable price

PT Tempo Scan Pacific Tbk

PT Tempo Scan Pacific Tbk (TSPC) didirikan pada tanggal 20 Mei 1970 dan go public pada 24 Mei 1994. PT Tempo Scan Pacific dijalankan oleh family Kartini Muljadi.  Shareholder dari PT Tempo Scan Pacific Tbk adalah PT Bogamulia Nagadi yang memegang 77.34% tercatat pada 2014.  Pada 2008 silam PT Bogamulia memiliki 71.85%.  Di 2008 July  mereka melakukan pembelian saham dari masyarakat hingga kepemilkan menjadi 95% dengan offer Rp 700/ saham yang mencerminkan PBV 1.4x dan PE 9.6x pada saat itu . Setelah tender offer,  saham TSPC malahan cenderung turun hingga ke Rp 345 /saham di bulan Desember 2008, pada saat itu hampir semua saham turun signifikan.  Pada 2012 PT Bogamulia menjual kembali kepemilikannya di TSPC menjadi 77.29%. ( Perlu dicatat pembelian saham TSPC bukan dibuyback oleh TSPC melainkan oleh induk perusahaan, sehingga keuntungan dari penjualan buyback tidak menguntungkan shareholder TSPC). Penulis menilai cukup aneh, ketika pada tahun 2008 silam, TSPC memegang kas yang cukup besar yaitu 1 Triliun, tetapi TSPC tidak melakukan buyback atas sahamnya walaupun induk perusahaanya melakukan pembelian saham dan sampai sekarang kas perusahaan juga terbilang cukup besar yaitu 36% dari total asset. Dan di tahun 2015 ini juga, PT Bogamulia Nagadi melakukan pembelian saham TSPC sekitar Rp 1900-1990 /saham. Apakah memang betul harga saham sekarang TSPC sudah cukup murah? Sebelum memasuki valuasi ada baiknya kita membahas tentang perusahaan lebih detail lagi. Induk perusahaan dari TSPC yaitu PT Bogamulia Nagadi sebenarnya didirikan pada tahun 1990 oleh Bapak Handojo Selamet Muljadi yang juga sebagai pemegang saham mayoritas di PT Bogamulia Nagadi. Bapak Handojo Selamet Muljadi telah memimpin TSPC sejak 1995 dan dibawah kepemimpinannya, TSPC berhasil secara konsisten meraih pertumbuhan laba dan menjaga kualitas dari struktur assetnya. 



Setelah ditinjau tinjau produk produk farmasi dari TSPC berhasil mendaftarkan 10 dari produknya dalam program BPJS sehingga menghasilkan sekitar 8% dari penjualan bersih kelompok Prescription medicinies group (kelompok usaha Obat resep). TSPC memiliki 3 divisi utama, Divisi Farmasi terdiri dari 6 perusahaan, Divisi Produk konsumen dan kosmetika terdiri 8 perusahaan, dan Divisi Distribusi terdiri dari 6 perusahaan. Beberapa produk yang terkenal dari TSPC adalah Brodrex, Hemaviton, Neo rheumacyl, neo hormoviton, Marina, Oskadon, Minyak telon,Vidoran smart, Zevit growth. Produk underlisensi dari TSPC adalah Revlon, Bobbi Brown, Hilfiger, Aramis, Clinique, MAC, LAMER, ESTEE LAUDER, DKNY.

Pendapatan 2014 TSPC dari ketiga divisi:
1. Divisi Obat-obatan/ Pharmaceutical  menyumbang 2 Triliun (27.5% dari total pendapatan)
    Margin laba kotor dari divisi Produk Pharmaceutical adalah 64%
2. Divisi Produk konsumen dan kosmetika menyumbang 1.9 Triliun (25.4% dari total pendaptan)
    Margin Laba kotor dari divisi Produk konsumen dan kosmetika adalah 57.6%
3. Divisi Distributor menyumbang 3.5Triliun (47.1% dari total pendapatan)
     Margin laba kotor dari divisi distribusi 14.4%

Analisa Fundamental

Neraca dari TSPC sehat sepanjang 2014 sebagaimana tercermin dalam posisi kas bersih Rp 1.3Triliun, jumlah asset Rp 5.6Trilliun dan ekuitas 4.1Trilliun. Rasio dari time interest earnednya menunjukan 87.9x. Sehubungan dengan kondisi likuiditas, TSPC telah berhasil mempertahankan modal kerja yang sehat dengan menjaga rasio lancar di 3x, inventory turnovernya 8.9x, dan memperbaiki piutang usaha menjadi 40 hari dibandingkan dengan 42 hari pada periode yang sama tahun lalu. Tidak adanya hutang jangka panjang. Hutang jangka pendek juga kecil. Sehingga resiko dari perusahaan sebenarnya hampir mendekati nol. Perusahaan tetap harus berinovasi untuk meningkatkan penjualannya.

Poin poin penting untuk diketahui:
1.Tidak ada defisit dalam 10 tahun terakhir.
2.Pertumbuhan 15 tahun terakhir, CAGR 15.7%. Sedangkan pertumbuhan 5 tahun terakhir ini adalah    10%.
3.Rasio pengembalian terhadap asset (ROA) 15 tahun rata rata 12%
4.Rasio pengembalian terhadap modal (ROE) 15 tahun rata rata 15.9%
5.Margin usahanya cukup tinggi. Gross profit margin rata rata 15 tahun 41.6%, Operasi profit margin     rata rata 15 tahun 14.4%, dan Net profit margin rata rata 15 tahun 10.1%
6.Cash flow Operasinya tetap positif dengan 15 tahun compound annual growth ratenya di 3.8%

Peniliaian harga wajar:

1. Peter lynch PEG, PER 9.7x, pertumbuhan 5 tahun 10%. Maka hasil yang didapat adalah 9.7 / 10%      = 1, artinya valuasinya wajar.
2. Valuasi dari Om Benjamin Graham, V=EPS * ( 8.5 + 2G) * (BIrate/AAA)
     V= 125 * (8.5 + 2*10)* (7.5/10.5)
     V= 2.544
     Maka intrinsic value dari TSPC adalah Rp 2544/saham, atau 27% terdiskon. Untuk lebih         konservatif maka anda boleh menunggu ketika perusahaan terdiskon 30% dari intrinsic valuenya yaitu Rp 1780/ saham
NB: EPS yang digunakan adalah TTM Q2,3,4 2014 + Q1 2015=73 +52= 125
        AAA menggunakan obligasi  dari Astra (http://www.ibpa.co.id/DataPasarSuratUtang/BondMaster/ObligasidanSukukKorporasi/tabid/80/language//Default.aspx)

Penutupan

Perusahaan tidak akan mengalami resiko likuiditas dan tidak akan mengalami resiko suku bunga naik karena struktur asset TSPC kuat dan bagus (hutang berbunganya nyaris tidak ada). 
Penulis menilai perusahaan TSPC cukup bagus kinerjanya dan sebagai mesin penghasil kas yang bagus. Pada harga Rp 2000 / saham atau market cap 9 Triliun, maka valuasi yang ditawarkan PE 9.7x dan PBV 2.1x (untuk kinerja Q12015 yang diannualized). Perusahaan tiap tahun membagikan dividen rata-rata 55% dari laba bersih. Jika pembelian di harga Rp 2000/saham maka dividen yield yang dapat diharapkan adalah 3.75% . Penulis sendiri mulai menyicil saham ini, ketika harga saham lebih murah lagi maka saya akan meningkatkan porsi kepemilikan.


Investment in your hand.




Referrence:



Monday, June 15, 2015

PT Petrosea Tbk

PT Petrosea didirikan pada tahun 1972 dan pada tahun 1990 Petrosea adalah perusahaan rekayasa kontruksi dan pertambangan pertama yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. PT Petrosea Tbk merupakan perusahaan yang menyediakan jasa pertambangan lengkap termasuk solusi jasa pendukungnya di sektor industry batubara, minyak dan gas bumi di Indonesia. Petrosea menyediakan jasa pertambangan terpadu pit-to-port maupun life-of-mine service. PT Indy Energy Tbk merupakan pemegang saham pengendali, memegang 69.8%, dan Om Lo Kheng Hong memiliki 105 juta lembar saham atau setara 10.4% yang tercatat pada 31 Mei 2015. Om Lo Kheng Hong ini terus membeli saham PTRO semenjak 2013.

Anak Usaha
Petrosea memiliki beberapa anak usaha yaitu PTP Investment Pte. Ltd  yang berdomisili di Singapura sampai sekarang masih tidak aktif asset total $832 ribu.  PT Petrosea Kalimantan (PTPK) yang domisili di Balikpapan dan menjalankan bisnis perdagangan dan jasa kontraktor, asset totalnya $41 ribu. PT POSB Infrastructure Kalimantan yang domisili di Balikpapan dan menjalankan pengelolaaan pelabuhan khusus yang asset totalnya $176. Dan 50% kepemilikan di PT Santan Batubara yang saat ini telah menghentikan tambang batubaranya menunggu harga batubara kembali bangkit untuk mendapatkan hasil yang baik.

Pendapatan dari kontruksi batubaranya merupakan penyumbang terbesar dari total pendapatan. Pada tahun 2015 untuk kinerja 3bulan pertama, pertambangan menyumbang 75.7%. Seperti anda ketahui perusahaan merupakan kontraktor batubara, bukan pemilik konsesi batubara. Sehingga asset dari perusahaan kebanyakan merupakan adalah alat alat berat yang hampir mencakup 90% dari total asset tetap $470 juta atau setara  Rp 6.2 Triliun, ini jumlah sebelum penyusutan. Setelah disusutkan maka alat berat tersebut sebesar $252 juta atau setara Rp 3.3Triliun untuk tahun 2015 di bulan Maret. Alat berat disusutkan selama kurang lebih 8 tahun. Dan tentu saja biaya dari penyusutan akan masuk di laba rugi perusahaan. Sehingga ketika  perusahaan kehilangan kontrak, maka perusahaan juga tetap harus memasukan beban penyusutannya ke dalam biaya operasi perusahaan. Yang anehnya walaupun dikatakan kontrak, tetapi penulis tidak menemukan di laporan keuangan adanya keuntungan jika pihak ABN dan Gunung Bayan mengakhiri kontraknya walaupun kontrak tersebut belum berakhir masanya. Sehingga perjanjian kontraknya sebenarnya tidak begitu mengikat. Dari laporan tahunannya pihak management ada beberapa kali mengatakan akan memperbesar pendapatan  dari jasa maupun engineering and procurementnya. Sampai 2015 Q1 memang ada pertumbuhan tetapi masih saja tidak sebesar pendapatan dari kontraktor batubaranya. Jika dilihat asset tetapnya lebih banyak focus ke kontraktor batubaranya


Penulis memiliki data PTRO semenjak tahun 1999, jika dilihat history perusahaan tidak pernah mengalami defisit laba, dan tetap royal dalam membagikan dividennya, walaupun laba perusahaan tidak konsisten. Ketika diakuisisi INDY pada tahun 2009, perusahaan lebih agresif terlihat dari penambahan jumlah asset tetapnya, gross margin profit maupun net profit marginnya juga cukup bagus, penulis menyediakan table margin usahanya. Tetapi INDY meminjamkan dana ke PTRO dengan bunga yang cukup tinggi, pada tahun 2010 INDY menyediakan fasilitas $ 140 juta yang tanggal jatuh tempoh 5 november dengan bunga 9.85%. Perusahaan PTRO menggunakan $110 juta pada desember 2012 dan melakukan pelunasan pada 5 november 2013, dan mengantikan dengan pinjaman dari INDY juga tetapi dengan bunga lebih renda 7.165%. ( INDY menurunkan biaya pinjamanan tersebut) Pinjaman tersebut digunakan untuk mengantikan dana leasing dari pihak ketiga, yang sampai pada tahun 2015 maret ini masih ada sisa pinjaman leasing sebesar $27 juta. Tapi sebenarnya pinjaman dari pihak leasing lebih murah dibandingkan pihak dari INDY. Ini salah satu poin yang tidak disukai penulis, walaupun INDY sebagai parent company memberikan proyek Kideco kepada PTRO ( Dari Tambang Kideco bukan hanya PTRO saja menjadi kontraktor batubara, sehingga adanya peluang PTRO mendapatkan proyek Kideco yang lebih besar). Di 3 bulan 2015 ini Kideco berkontribusi 27% dari total pendapatan, sementara penulis sih masih menutup mata untuk dana pinjaman tersebut karena beberapa company juga mendapatkan dana berdominasi dollar yang berbunga sekitar 7%an juga. Yang penting perusahaan dapat mengcover biaya pinjaman tersebut.





Struktur dan kekuatan keuangan:
1. Asset lancar setidaknya 2 x dari hutang lancar: Tidak terpenuhi, rata rata 5 tahun perusahaan              hanya     1.3x.
2. Hutang jangka panjang tidak lebih dari asset lancar: Terpenuhi, rata rata 5 tahun 1.1x
3. Hutang berbunga sebaiknya tidak 2 x dari ekuitas: Terpenuhi, rata rata 5 tahun 0.98x, jika net debt     equity maka rata rata 5 tahun menjadi 0.75x
4. Time interest rationya sebaiknya 5x : Tidak terpenuhi, tetapi rata rata 5 tahun menunjukan 6.67x

Perilaku Management
Perusahaan royal dalam membagi dividennya.

Kesimpulan
Baiklah Petrosea bukanlah sebuah perusahaan yang bagus bagus amat, tapi melihat dari valuasinya cukup menarik. Maka strategi yang tepat untuk membeli PTRO adalah strategi dari Mr Benjamin Graham, buying a cigar butt. Ekuitas perusahaan sebesar $192 juta atau sekitar Rp 2.5 Trilliun. dan anda hanya membelinya sekitar Rp 550 miliar jika harga sahamnya Rp 550 / saham. Ekuitas sebesar $ 192 juta berasal dari saldo laba yang sebesar $ 160 juta. 

Jika perusahaan dilikuidasi:

in USD "000"
Kas (100%) 57,949 x 100% = $57,949
Piutang usaha (90%) 74,161 x 90% = $66,745
Persediaan (50%) 4,177 x 50% = $2,089
Asset tetap sebelum penyusutan (40%) 538,639 x 40% = $215,456
Total Asset setelah didiskon $342,238
total hutang $269,018
ekuitas yang dapat ditrima setelah perusahaan dilikuidasi $73,220
metode Graham beli 2/3 dari ekuitas likuidasinya $48,813








Target beli $48.813.000 atau setara Rp 634milyar ini dengan catatan asset tetapnya dapat dijual 40% dari harga pembeliannya. Penulis sendiri tidak punya pengalaman ataupun info apakah alat berat memiliki second price yang bagus. Penulis dapat menemukan harga alat berat bekas, tetapi tidak dapat menemukan  berapa harga baru dari alat berat tersebut, sehingga tidak dapatnya berapa penurunan dari harga alat berat tersebut. Untuk lebih konservatif maka tetapkan 25%. Sepanjang tahun 2009 -2014 PTRO lebih condong untuk menambah posisi alat beratnya ketimbang menjualnya, sehingga penulis cukup sulit untuk menentukan persentase second price dari alat berat tersebut.

Diatas sudah dijelasin bahwa biaya penyusutan dari aset tetap terus berjalan walaupun kontrak hilang. Sehingga sebaiknya kita menentukan variable cost dan fixed cost, agar kita lebih paham. 
2014 Q1 2015 Q1
Operation of plant n equitpment 20,878 20,331
Penyusutan 17,304 13,778
Salaries n wages 9,934 9,085
Rental of plant, vehicle n other 7,734 8,251
Material 656 918
Sub kontraktor 4,474 3,358
sistem informasi managemnt 437 318
Total direct cost 61,417 56,039
Gaji dan upah 3,060 2,513
Jasa profesional dan hukum 1,142 413
Sewa gedung,kendaraan, peralatan 569 282
Sistem informasi Management 259 259
Perjalanan 223 130
Beban lain-lain 747 418
Total Beban administrasi 6,000 4,016
Interest expense and finance charge 3,217 2,742
Total Cost 76,634 66,812



(dalam ribuan USD)
Fixed cost: Penyusutan +Salaries and wages+ Rental plant, vehicle+sub kontraktor+sistem                        informasi management + Total beban administrasi+ interest expense
                   =$ 41.548
Variable cost = $25.264
Maka perusahaan setidaknya memiliki omzet satu tahun  $166.192 ($41.548 *4 quater) untuk menutupi fixed costnya. Jika tidak, maka equity akan digrogoti habis.



Tulisan ini tidak ada maksud untuk merekomendasikan beli atau jual saham perusahaan. Keputusan investasi ada di tangan masing masing. Penulis memiliki posisi investasi di perusahaan ini.

Investment in your hand.