Monday, June 15, 2015

PT Petrosea Tbk

PT Petrosea didirikan pada tahun 1972 dan pada tahun 1990 Petrosea adalah perusahaan rekayasa kontruksi dan pertambangan pertama yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. PT Petrosea Tbk merupakan perusahaan yang menyediakan jasa pertambangan lengkap termasuk solusi jasa pendukungnya di sektor industry batubara, minyak dan gas bumi di Indonesia. Petrosea menyediakan jasa pertambangan terpadu pit-to-port maupun life-of-mine service. PT Indy Energy Tbk merupakan pemegang saham pengendali, memegang 69.8%, dan Om Lo Kheng Hong memiliki 105 juta lembar saham atau setara 10.4% yang tercatat pada 31 Mei 2015. Om Lo Kheng Hong ini terus membeli saham PTRO semenjak 2013.

Anak Usaha
Petrosea memiliki beberapa anak usaha yaitu PTP Investment Pte. Ltd  yang berdomisili di Singapura sampai sekarang masih tidak aktif asset total $832 ribu.  PT Petrosea Kalimantan (PTPK) yang domisili di Balikpapan dan menjalankan bisnis perdagangan dan jasa kontraktor, asset totalnya $41 ribu. PT POSB Infrastructure Kalimantan yang domisili di Balikpapan dan menjalankan pengelolaaan pelabuhan khusus yang asset totalnya $176. Dan 50% kepemilikan di PT Santan Batubara yang saat ini telah menghentikan tambang batubaranya menunggu harga batubara kembali bangkit untuk mendapatkan hasil yang baik.

Pendapatan dari kontruksi batubaranya merupakan penyumbang terbesar dari total pendapatan. Pada tahun 2015 untuk kinerja 3bulan pertama, pertambangan menyumbang 75.7%. Seperti anda ketahui perusahaan merupakan kontraktor batubara, bukan pemilik konsesi batubara. Sehingga asset dari perusahaan kebanyakan merupakan adalah alat alat berat yang hampir mencakup 90% dari total asset tetap $470 juta atau setara  Rp 6.2 Triliun, ini jumlah sebelum penyusutan. Setelah disusutkan maka alat berat tersebut sebesar $252 juta atau setara Rp 3.3Triliun untuk tahun 2015 di bulan Maret. Alat berat disusutkan selama kurang lebih 8 tahun. Dan tentu saja biaya dari penyusutan akan masuk di laba rugi perusahaan. Sehingga ketika  perusahaan kehilangan kontrak, maka perusahaan juga tetap harus memasukan beban penyusutannya ke dalam biaya operasi perusahaan. Yang anehnya walaupun dikatakan kontrak, tetapi penulis tidak menemukan di laporan keuangan adanya keuntungan jika pihak ABN dan Gunung Bayan mengakhiri kontraknya walaupun kontrak tersebut belum berakhir masanya. Sehingga perjanjian kontraknya sebenarnya tidak begitu mengikat. Dari laporan tahunannya pihak management ada beberapa kali mengatakan akan memperbesar pendapatan  dari jasa maupun engineering and procurementnya. Sampai 2015 Q1 memang ada pertumbuhan tetapi masih saja tidak sebesar pendapatan dari kontraktor batubaranya. Jika dilihat asset tetapnya lebih banyak focus ke kontraktor batubaranya


Penulis memiliki data PTRO semenjak tahun 1999, jika dilihat history perusahaan tidak pernah mengalami defisit laba, dan tetap royal dalam membagikan dividennya, walaupun laba perusahaan tidak konsisten. Ketika diakuisisi INDY pada tahun 2009, perusahaan lebih agresif terlihat dari penambahan jumlah asset tetapnya, gross margin profit maupun net profit marginnya juga cukup bagus, penulis menyediakan table margin usahanya. Tetapi INDY meminjamkan dana ke PTRO dengan bunga yang cukup tinggi, pada tahun 2010 INDY menyediakan fasilitas $ 140 juta yang tanggal jatuh tempoh 5 november dengan bunga 9.85%. Perusahaan PTRO menggunakan $110 juta pada desember 2012 dan melakukan pelunasan pada 5 november 2013, dan mengantikan dengan pinjaman dari INDY juga tetapi dengan bunga lebih renda 7.165%. ( INDY menurunkan biaya pinjamanan tersebut) Pinjaman tersebut digunakan untuk mengantikan dana leasing dari pihak ketiga, yang sampai pada tahun 2015 maret ini masih ada sisa pinjaman leasing sebesar $27 juta. Tapi sebenarnya pinjaman dari pihak leasing lebih murah dibandingkan pihak dari INDY. Ini salah satu poin yang tidak disukai penulis, walaupun INDY sebagai parent company memberikan proyek Kideco kepada PTRO ( Dari Tambang Kideco bukan hanya PTRO saja menjadi kontraktor batubara, sehingga adanya peluang PTRO mendapatkan proyek Kideco yang lebih besar). Di 3 bulan 2015 ini Kideco berkontribusi 27% dari total pendapatan, sementara penulis sih masih menutup mata untuk dana pinjaman tersebut karena beberapa company juga mendapatkan dana berdominasi dollar yang berbunga sekitar 7%an juga. Yang penting perusahaan dapat mengcover biaya pinjaman tersebut.





Struktur dan kekuatan keuangan:
1. Asset lancar setidaknya 2 x dari hutang lancar: Tidak terpenuhi, rata rata 5 tahun perusahaan              hanya     1.3x.
2. Hutang jangka panjang tidak lebih dari asset lancar: Terpenuhi, rata rata 5 tahun 1.1x
3. Hutang berbunga sebaiknya tidak 2 x dari ekuitas: Terpenuhi, rata rata 5 tahun 0.98x, jika net debt     equity maka rata rata 5 tahun menjadi 0.75x
4. Time interest rationya sebaiknya 5x : Tidak terpenuhi, tetapi rata rata 5 tahun menunjukan 6.67x

Perilaku Management
Perusahaan royal dalam membagi dividennya.

Kesimpulan
Baiklah Petrosea bukanlah sebuah perusahaan yang bagus bagus amat, tapi melihat dari valuasinya cukup menarik. Maka strategi yang tepat untuk membeli PTRO adalah strategi dari Mr Benjamin Graham, buying a cigar butt. Ekuitas perusahaan sebesar $192 juta atau sekitar Rp 2.5 Trilliun. dan anda hanya membelinya sekitar Rp 550 miliar jika harga sahamnya Rp 550 / saham. Ekuitas sebesar $ 192 juta berasal dari saldo laba yang sebesar $ 160 juta. 

Jika perusahaan dilikuidasi:

in USD "000"
Kas (100%) 57,949 x 100% = $57,949
Piutang usaha (90%) 74,161 x 90% = $66,745
Persediaan (50%) 4,177 x 50% = $2,089
Asset tetap sebelum penyusutan (40%) 538,639 x 40% = $215,456
Total Asset setelah didiskon $342,238
total hutang $269,018
ekuitas yang dapat ditrima setelah perusahaan dilikuidasi $73,220
metode Graham beli 2/3 dari ekuitas likuidasinya $48,813








Target beli $48.813.000 atau setara Rp 634milyar ini dengan catatan asset tetapnya dapat dijual 40% dari harga pembeliannya. Penulis sendiri tidak punya pengalaman ataupun info apakah alat berat memiliki second price yang bagus. Penulis dapat menemukan harga alat berat bekas, tetapi tidak dapat menemukan  berapa harga baru dari alat berat tersebut, sehingga tidak dapatnya berapa penurunan dari harga alat berat tersebut. Untuk lebih konservatif maka tetapkan 25%. Sepanjang tahun 2009 -2014 PTRO lebih condong untuk menambah posisi alat beratnya ketimbang menjualnya, sehingga penulis cukup sulit untuk menentukan persentase second price dari alat berat tersebut.

Diatas sudah dijelasin bahwa biaya penyusutan dari aset tetap terus berjalan walaupun kontrak hilang. Sehingga sebaiknya kita menentukan variable cost dan fixed cost, agar kita lebih paham. 
2014 Q1 2015 Q1
Operation of plant n equitpment 20,878 20,331
Penyusutan 17,304 13,778
Salaries n wages 9,934 9,085
Rental of plant, vehicle n other 7,734 8,251
Material 656 918
Sub kontraktor 4,474 3,358
sistem informasi managemnt 437 318
Total direct cost 61,417 56,039
Gaji dan upah 3,060 2,513
Jasa profesional dan hukum 1,142 413
Sewa gedung,kendaraan, peralatan 569 282
Sistem informasi Management 259 259
Perjalanan 223 130
Beban lain-lain 747 418
Total Beban administrasi 6,000 4,016
Interest expense and finance charge 3,217 2,742
Total Cost 76,634 66,812



(dalam ribuan USD)
Fixed cost: Penyusutan +Salaries and wages+ Rental plant, vehicle+sub kontraktor+sistem                        informasi management + Total beban administrasi+ interest expense
                   =$ 41.548
Variable cost = $25.264
Maka perusahaan setidaknya memiliki omzet satu tahun  $166.192 ($41.548 *4 quater) untuk menutupi fixed costnya. Jika tidak, maka equity akan digrogoti habis.



Tulisan ini tidak ada maksud untuk merekomendasikan beli atau jual saham perusahaan. Keputusan investasi ada di tangan masing masing. Penulis memiliki posisi investasi di perusahaan ini.

Investment in your hand.